Apa kesan kalian tentang Blog saya???

Senin, 02 April 2012

Akuntansi Perbankan di Indonesia Rawan Penyimpangan IFRS

| | 0 komentar

Saat ini hanya sekitar 30 persen dari seluruh industri perbankan nasional yang telah menerapkan Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 50 dan 55 (revisi 2006) yang ditargetkan dapat diimplementasikan pada tahun 2010.

Padahal dengan penerapan standar akuntansi baru ini, maka transparansi keuangan perbankan bisa ditingkatkan sehingga bisa meminimalisir penyelewengan atau penipuan laporan keuangan.

PSAK 50 dan 55 (revisi 2006) merupakan laporan keuangan yang mencerminkan standar akuntansi yang diterima dan berlaku untuk umum dimana mengatur instrumen keuangan dengan standar internasional hasil dari adopsi International Financial Reporting Standar (IFRS).

Ketua umum Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas), Sigit Pramono mengatakan PSAK 50 dan 55 sudah menjadi kesepakatan dan tidak ada alasan mau tidak mau untuk mengikuti standar internasional ini.

"Berdasarkan survei Perbanas dari kebijakan dan prosedur, industri perbankan nasional yang telah menerapkan PSAK 50 dan 55 secara rata-rata baru sekitar 30 persen," ujar Sigit dalam Seminar Implementasi PSAK 50 dan 55 (revisi 2006) di Hotel Shangrila, Jakarta, Rabu (21/10/2009).

Sigit menambahkan, dari Sumber Daya Manusia (SDM) yang telah menguasa PSAK tersebut hanya sekitar 45 persen. "Dan untuk sistem informasi manajemen perbankan atau infrastruktur baru sekitar 30 persen," ungkapnya.

Dikatakan Sigit survei yang dilakukan oleh anggota Perbanas dimana mewakili 90 persen industri perbankan di Indonesia, sulitnya penerapan PSAK ini didasarkan oleh aspek-aspek teknis.

"Ada dua aspek teknis dimana perbankan sulit untuk menerapkan PSAK 50 dan 55, yakni mengenai mark to market berdasarkan bid dan ask price dimana sebelumnya berdasarkan middle rate (aset bank dan kewajiban bank)," jelasnya.

Sigit menjelaskan, industri perbankan merasa ada suatu kebingungan dimana penggunaan mark to market harus didalami betul, apakah menggunakan bid dan ask price atau berdasarkan aset dan kewajiban bank (middle rate ), ini penting karena berdampak signifikan pada laporan keuangan perbankan.

Selain itu yang kedua menurut Sigit yakni aspek teknis pencadangan atau provisioning . "Hal ini mesti dicarikan solusinya, karena tidak adanya kesamaan antara bank yang satu dengan yang lain, kemudian di BI sendiri serta di perpajakan. Semua menggunakan mekanisme pencadangan yang berbeda," jelasnya.

Ditjen Pajak sendiri lanjut Sigit, menggunakan 5 kolektibilitas, kemudian BI dan bank-bank lainnya tidak menggunakan standar yang sama. "Ini akan membuat komparasi suatu hasil laporan keuangan yang berbeda. Ini yang menjadi hambatan dan mesti dicarikan solusinya," tandasnya.

Lebih lanjut Sigit mengatakan, penerapan PSAK ini memang tidak bisa secara langsung dipaksakan khususnya kepada bank-bank kecil.Namun agar tidak ketinggalan, industri perbankan di Indonesia mau tidak mau harus menerapkan standar ini karena 90 persen dunia perbankan internasional telah menggunakan standar ini.

"Salah satu positifnya penerapan ini yakni adanya transparansi laporan keuangan sesuai dengan standar internasional. Ini diharapkan mencegah kasus seperti Bank
Century, karena adanya keterbukaan laporan keuangan," tambahnya.

Kepala Biro Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI, Narni Purwati mengatakan dalam penerapan PSAK ini, tidak bisa dikenakan sanksi tegas bagi yang belum menerapkan. "Semua yang menilai pasar, laporan keuangan dan opini akuntan semua akan mengacu kepada penilaian pasar atas laporan keuangan yang tidak menerapkan PSAK 50 dan 55," katanya.

Sanksi, lanjut Narni, dapat diberikan dari Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yakni dengan memberikan opini yang tidak wajar atau disclaimer. "Dan BI sendiri akan berpegang kepada laporan keuangan dan opini dari akuntan tersebut," katanya.

Narni juga mengatakan walaupun secara lisan ada sanksi administrasi dan teguran serta pembinaan, namun akan dilakukan secara bertahap.


Sumber: http://finance.detik.com/read/2009/10/21/114526/1225587/5/akuntansi-perbankan-di-indonesia-rawan-penyimpangan
Read more...

Konvergensi IFRS di Indonesia

| | 0 komentar

Pengertian konvergensi IFRS
Pengertian konvergensi IFRS yang digunakan merupakan awal untuk memahami apakah penyimpangan dari PSAK harus diatur dalam standar akuntansi keuangan. Pendapat yang memahami konvergensi IFRS adalah full adoption menyatakan Indonesia harus mengadopsi penuh seluruh ketentuan dalam IFRS, termasuk penyimpangan dari IFRSs sebagaimana yang diatur dalam IAS 1 (2009): Presentation of Financial Statements paragraf 19-24. Pengertian konvergensi IFRS sebagai adopsi penuh sejalan dengan pengertian yang diinginkan oleh IASB. Tujuan akhir dari konvergensi IFRS adalah PSAK sama dengan IFRS tanpa adanya modifikasi sedikitpun.
Di sisi lain, tanpa perlu mendefinisikan konvergensi IFRS itu sendiri, berdasarkan pengalaman konvergensi beberapa IFRS yang sudah dilakukan di Indonesia tidak dilakukan secara full adoption. Misalnya, ketika IAS 17 diadopsi menjadi PSAK 30 (Revisi 2007): Sewa mengatur leasing tanah berbeda dengan IAS 17. Sistem kepengurusan perusahaan di Indonesia yang memiliki dewan direksi dan dewan komisaris (dual board system) berpengaruh terhadap penentuan kapan peristiwa setelah tanggal neraca, sebagai contoh lain dari perbedaan antara PSAK dengan IFRS.
Konvergensi ke IFRS di Indonesia
Indonesia saat ini belum mewajibkan bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia menggunakan IFRS melainkan masih mengacu kepada standar akuntansi keuangan lokal. Dewan Pengurus Nasional IAI bersama-sama dengan Dewan Konsultatif SAK dan Dewan SAK merencanakan tahun 2012 akan menerapkan standar akuntansi yang mendekati konvergensi penuh kepada IFRS.

Dari data-data di atas kebutuhan Indonesia untuk turut serta melakukan program konverjensi tampaknya sudah menjadi keharusan jika kita tidak ingin tertinggal. Sehingga, dalam perkembangan penyusunan standar akuntansi di Indonesia oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) tidak dapat terlepas dari perkembangan penyusunan standar akuntansi internasional yang dilakukan oleh International Accounting Standards Board (IASB). Standar akuntansi keuangan nasional saat ini sedang dalam proses secara bertahap menuju konverjensi secara penuh dengan International Financial Reporting Standards yang dikeluarkan oleh IASB.

Dan untuk hal-hal yang tidak diatur standar akuntansi internasional, DSAK akan terus mengembangkan standar akuntansi keuangan untuk memenuhi kebutuhan nyata di Indonesia, terutama standar akuntansi keuangan untuk transaksi syariah, dengan semakin berkembangnya usaha berbasis syariah di tanah air. Landasan konseptual untuk akuntansi transaksi syariah telah disusun oleh DSAK dalam bentuk Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Hal ini diperlukan karena transaksi syariah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan transaksi usaha umumnya sehingga ada beberapa prinsip akuntansi umum yang tidak dapat diterapkan dan diperlukan suatu penambahan prinsip akuntansi yang dapat dijadikan landasan konseptual. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan untuk transaksi syariah akan dimulai dari nomor 101 sampai dengan 200. (SY)

Indonesia harus mengadopsi standar akuntansi internasional (International Accounting Standard/IAS) untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham di negara ini atau sebaliknya. Namun demikian, untuk mengadopsi standar internasional itu bukan perkara mudah karena memerlukan pemahaman dan biaya sosialisasi yang mahal.
Membahas tentang IAS saat ini lembaga-lembaga yang aktif dalam usaha harmonisasi standar akuntansi ini antara lain adalah IASC (International Accounting Standard Committee), Perserikatan Bangsa-Bangsa dan OECD (Organization for Economic Cooperation and Development). Beberapa pihak yang diuntungkan dengan adanya harmonisasi ini adalah perusahaan-perusahaan multinasional, kantor akuntan internasional, organisasi perdagangan, serta IOSCO (International Organization of Securities Commissions)

Iqbal, Melcher dan Elmallah (1997:18) mendefinisikan akuntansi internasional sebagai akuntansi untuk transaksi antar negara, pembandingan prinsip-prinsip akuntansi di negara-negara yang berlainan dan harmonisasi standar akuntansi di seluruh dunia. Suatu perusahaan mulai terlibat dengan akuntansi internasional adalah pada saat mendapatkan kesempatan melakukan transaksi ekspor atau impor. Standard akuntansi internasional (IAS) adalah standard yang dapat digunakan perusahaan multinasional yang dapat menjembatani perbedaan-perbedaan antar Negara, dalam perdagangan multinasional.

IASC didirikan pada tahun 1973 dan beranggotakan anggota organisasi profesi akuntan dari sepuluh negara. Di tahun 1999, keanggotaan IASC terdiri dari 134 organisasi profesi akuntan dari 104 negara, termasuk Indonesia. Tujuan IASC adalah (1) merumuskan dan menerbitkan standar akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan dan mempromosikannya untuk bisa diterima secara luas di seluruh dunia, serta (2) bekerja untuk pengembangan dan harmonisasi standar dan prosedur akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan.

IASC memiliki kelompok konsultatif yang disebut IASC Consultative Group yang terdiri dari pihak-pihak yang mewakili para pengguna laporan keuangan, pembuat laporan keuangan, lembaga-lembaga pembuat standar, dan pengamat dari organisasi antar-pemerintah. Kelompok ini bertemu secara teratur untuk membicarakan kebijakan, prinsip dan hal-hal yang berkaitan dengan peranan IASC.

Sumber: http://arijibon.blogspot.com/2012/03/konvergensi-ifrs-di-indonesia.html
Read more...
 
 

♥ My Diary ♥ | Diseñado por: Compartidísimo
Con imágenes de: Scrappingmar©

 
top