Saat ini hanya sekitar 30 persen dari seluruh industri perbankan nasional yang telah menerapkan Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 50 dan 55 (revisi 2006) yang ditargetkan dapat diimplementasikan pada tahun 2010.
Padahal dengan penerapan standar akuntansi baru ini, maka transparansi keuangan perbankan bisa ditingkatkan sehingga bisa meminimalisir penyelewengan atau penipuan laporan keuangan.
PSAK 50 dan 55 (revisi 2006) merupakan laporan keuangan yang mencerminkan standar akuntansi yang diterima dan berlaku untuk umum dimana mengatur instrumen keuangan dengan standar internasional hasil dari adopsi International Financial Reporting Standar (IFRS).
Ketua umum Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas), Sigit Pramono mengatakan PSAK 50 dan 55 sudah menjadi kesepakatan dan tidak ada alasan mau tidak mau untuk mengikuti standar internasional ini.
"Berdasarkan survei Perbanas dari kebijakan dan prosedur, industri perbankan nasional yang telah menerapkan PSAK 50 dan 55 secara rata-rata baru sekitar 30 persen," ujar Sigit dalam Seminar Implementasi PSAK 50 dan 55 (revisi 2006) di Hotel Shangrila, Jakarta, Rabu (21/10/2009).
Sigit menambahkan, dari Sumber Daya Manusia (SDM) yang telah menguasa PSAK tersebut hanya sekitar 45 persen. "Dan untuk sistem informasi manajemen perbankan atau infrastruktur baru sekitar 30 persen," ungkapnya.
Dikatakan Sigit survei yang dilakukan oleh anggota Perbanas dimana mewakili 90 persen industri perbankan di Indonesia, sulitnya penerapan PSAK ini didasarkan oleh aspek-aspek teknis.
"Ada dua aspek teknis dimana perbankan sulit untuk menerapkan PSAK 50 dan 55, yakni mengenai mark to market berdasarkan bid dan ask price dimana sebelumnya berdasarkan middle rate (aset bank dan kewajiban bank)," jelasnya.
Sigit menjelaskan, industri perbankan merasa ada suatu kebingungan dimana penggunaan mark to market harus didalami betul, apakah menggunakan bid dan ask price atau berdasarkan aset dan kewajiban bank (middle rate ), ini penting karena berdampak signifikan pada laporan keuangan perbankan.
Selain itu yang kedua menurut Sigit yakni aspek teknis pencadangan atau provisioning . "Hal ini mesti dicarikan solusinya, karena tidak adanya kesamaan antara bank yang satu dengan yang lain, kemudian di BI sendiri serta di perpajakan. Semua menggunakan mekanisme pencadangan yang berbeda," jelasnya.
Ditjen Pajak sendiri lanjut Sigit, menggunakan 5 kolektibilitas, kemudian BI dan bank-bank lainnya tidak menggunakan standar yang sama. "Ini akan membuat komparasi suatu hasil laporan keuangan yang berbeda. Ini yang menjadi hambatan dan mesti dicarikan solusinya," tandasnya.
Lebih lanjut Sigit mengatakan, penerapan PSAK ini memang tidak bisa secara langsung dipaksakan khususnya kepada bank-bank kecil.Namun agar tidak ketinggalan, industri perbankan di Indonesia mau tidak mau harus menerapkan standar ini karena 90 persen dunia perbankan internasional telah menggunakan standar ini.
"Salah satu positifnya penerapan ini yakni adanya transparansi laporan keuangan sesuai dengan standar internasional. Ini diharapkan mencegah kasus seperti Bank
Century, karena adanya keterbukaan laporan keuangan," tambahnya.
Kepala Biro Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI, Narni Purwati mengatakan dalam penerapan PSAK ini, tidak bisa dikenakan sanksi tegas bagi yang belum menerapkan. "Semua yang menilai pasar, laporan keuangan dan opini akuntan semua akan mengacu kepada penilaian pasar atas laporan keuangan yang tidak menerapkan PSAK 50 dan 55," katanya.
Sanksi, lanjut Narni, dapat diberikan dari Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yakni dengan memberikan opini yang tidak wajar atau disclaimer. "Dan BI sendiri akan berpegang kepada laporan keuangan dan opini dari akuntan tersebut," katanya.
Narni juga mengatakan walaupun secara lisan ada sanksi administrasi dan teguran serta pembinaan, namun akan dilakukan secara bertahap.
Sumber: http://finance.detik.com/read/2009/10/21/114526/1225587/5/akuntansi-perbankan-di-indonesia-rawan-penyimpangan
Senin, 02 April 2012
Akuntansi Perbankan di Indonesia Rawan Penyimpangan IFRS
Create by Septiana Suparjono | di 10:47:00 AM |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar