1. Standar Kontrak
Standar kontrak adalah perjanjian yang isinya telah ditetapkan terlebih dahulu secara
tertulis berupa formulir-formulir yang digandakan dalam jumlah tidak terbatas,
untuk ditawarkan kepada para konsumen tanpa memperhatikan perbedaan kondisi
para konsumen (Johannes Gunawan). Standar kontrak terbagi dua yaitu umum dan khusus. Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah
disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur. Kontrak
standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya
dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
2.
Macam-macam
Perjanjian
Di Indonesia banyak terdapat macam-macam
perjanjian, disini akan dibahas beberapa macam antara lain:
a. Perjanjian Jual-beli
Pengaturan tentang Jual beli sebagai perjanjian
didapat pada Bab kelima, yang pada Pasal 1457 KUHPerdata diartikan sebagai
suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang
telah dijanjikan.
b. Perjanjian Sewa-Menyewa
Ketentuan KUH Perdata yang mengatur tentang sewa
menyewa dapat dilihat pada Pasal 1548 yang berbunyi: ”Sewa menyewa adalah suatu
perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan
kepada yang lain kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan
dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak yanag tersebut terakhir itu
disanggupi pembayarannya”.
c. Perjanjian Tukar Menukar
Pasal 1541 KUH Perdata menyatakan bahwa tukar menukar
ialah suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk
saling memberikan suatu barang secara bertibal balik, sebagai gantinya barang
lain.
d. Perjanjian Hibah
Perjanjian Hibah adalah suatu perjanjian dengan
mana si penghibah (pemberi hibah) pada masa hidupnya, dengan cuma-cuma dan
tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuat barang guna keperluan si
penerima hibah yang menerima penyerahan tersebut. Pengaturan atas hibah didapat
pada Pasal 1666 sampai dengan 1693 KUH Perdata.
e. Perjanjian Penitipan Barang
Perjanjian Penitipan barang merupakan suatu
perjanian riil yang baru akan terjadi apabila seseorang telah menerima
sesuatu barang dari seorang lain dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya
dengan mengembalikanya dalam wujud asal. Dasar hukumnya bisa dapati pada Pasal
1694 KUH Perdata.
Selain yang dibahas diatas masih banyak macam-macam
perjanjian antara lain perjanjian persekutuan,
perjanjian pinjam-pakai (pengaturan
umum bisa kita dapatkan pada Pasal 1794 KUH Perdata), perjanjian pinjam meminjam (ketentuan hukumnya dapat dilihat pada
Pasal 1754 KUH Perdata), perjanjian
untung-untungan, perjanjian penanggungan, perjanjian perdamaian (diatur dalam Pasal 1851 KUH Perdata yang
mengatur tentang perjanjian perdamaian), perjanjian kartu kredit, perjanjian
ke-agen-an , dan lain-lain.
- Syarat
Sahnya Perjanjian
Syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH
Perdata, yaitu:
a.
Adanya
kesepakatan kedua belah pihak.
Maksud dari kata sepakat adalah,
kedua belah pihak yang membuat perjanjian setuju mengenai hal-hal yang pokok
dalam kontrak.
b.
Kecakapan
untuk melakukan perbuatan hukum.
Asas cakap melakukan perbuatan
hukum, adalah setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya.
c.
Adanya
Obyek.
Sesuatu yang diperjanjikan dalam
suatu perjanjian haruslah suatu hal atau barang yang cukup jelas.
d.
Adanya kausa
yang halal.
Pasal 1335 KUHPerdata, suatu
perjanjian yang tidak memakai suatu sebab yang halal, atau dibuat dengan suatu
sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum.
- Saat
Lahirnya Perjanjian
Dalam
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1331 (1) dinyatakan
bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Artinya, apabila obyek hukum yang dilakukan tidak berdasarkan niat
yang tulus, maka secara otomatis hukum perjanjian tersebut dibatalkan
demi hukum. Sehingga masing-masing pihak tidak mempunyai dasar penuntutan di
hadapan hakim.
- Pembatalan
dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu
pihak yang membuat perjanjian atau pun batal demi hukum. Perjanjian yang
dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena:
a.
Adanya suatu
pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang
ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
b.
Pihak
pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau
secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
c.
Terkait resolusi
atau perintah pengadilan
d.
Terlibat
hukum
e.
Tidak lagi
memiliki lisensi, kecakapan atau wewenang dalam melaksankan perjanjian
Sumber:
0 komentar:
Posting Komentar