I. PENDAHULUAN
A. Pengertian Etika
Menurut
para ahli etika tidak lain adalah aturan perilaku, adat pergaulan manusia dalam
pergaulan antar sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.
Kata Etika sendiri berasal dari kata ETHOS dari bangsa Yunani yang memiliki
arti nilai – nilai, norma – norma, kaidah dan ukuran bagi tingkah laku manusia
yang baik, seperti yang didefinisikan oleh bebrapa ahli sebagai berikut:
a) Drs. O.P Simorangkir
Etika atau etik
sebagai pandangan manusia dalam berperilaku menurut ukuran dan nilai yang baik
b) Drs. Sidi. Gajalba dan Sistematika
filsafat
Etika adalah
teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan
buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal
c) Drs. H. Burhanudin Salam
Cabang filsafat
yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia
dalam hidupnya.
B. Pengertian Profesi
Istilah
profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitan
dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga
banyak orang bekerja tetap sesuai. Tetapi dengan memiliki keahlian saja yang
diperoleh dari pendidikan kejuruan belum cukup dapat dikatakan sebagai profesi,
tetapi, perlu memiliki penguasaan sistematis yang mendasari praktek
pelaksanaan, dan hubungan antar teori dan praktek pelaksanaan.
C. Kode Etik Profesi
Kode
etik profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh
suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma
sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sangsi yang agak berat, maka
masuk dalam kategori norma hukum.
Kode
Etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis
dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan
atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Tujuan kode etik agar profesional
memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik
akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.
II. PEMBAHASAN
A. Sejarah Awal Profesi Akuntan
Profesi
akuntan telah dimulai sejak abad ke-15 walaupun sebenarnya masih
dipertentangkan para ahli mengenai kapan sebenarnya profesi ini dimulai. Pada
abad ke-15 di Inggris pihak yang bukan pemilik dan bukan pengelola yang
sekarang disebut auditor diminta untuk memeriksa apakah ada kecurangan yang
terdapat di pembukuan atau di laporan keuangan yang disampaikan oleh pengelola
kekayaan pemilik harta.
Menurut
sejarahnya para pemilik modal menyerahkan dananya kepada orang lain untuk
dikelola / dimanfaatkan untuk kegiatan usaha yang hasilnya nanti akan dibagi
antara pemilik dan pengelola modal tadi. Kalau kegiatan ini belum besar umumnya
kedua belah pihak masih dapat saling percaya penuh sehingga tidak diperlukan
pemeriksaan. Namun semakin besar volume kegiatan usaha, pemilik dana
kadang-kadang merasa was-was kalau-kalau modalnya disalahgunakan oleh
pengelolanya atau mungkin pengelolanya memberikan informasi yang tidak obyektif
yang mungkin dapat merugikan pemilik dana. Keadaan inilah yang membuat pemilik
dana membutuhkan pihak ketiga yang dipercaya oleh masyarakat untuk memeriksa
kelayakan atau kebenaran laporan keuangan/ laporan pertanggungjawaban
pengelolaan dana. Pihak itulah yang kita kenal sebagai Auditor.
B. Perkembangan Profesi Akuntan
Menurut Baily, perkembangan profesi akuntan dapat dibagi ke dalam 4 periode yaitu:
1. Pra Revolusi Industri
Sebelum revolusi industri, profesi akuntan belum dikenal secara resmi di Amerika ataupun di Inggris. Namun terdapat beberapa fungsi dalam manajemen perusahaan yang dapat disamakan dengan fungsi pemeriksaan. Misalnya di zaman dahulu dikenal adanya dua juru tulis yang bekerja terpisah dan independen. Mereka bekerja untuk menyakinkan bahwa peraturan tidak dilanggar dan merupakan dasar untuk menilai pertanggungjawaban pegawainya atas penyajian laporan keuangan.
Hasil kerja kedua juru tulis ini kemudian dibandingkan, dari hasil perbandingan tersebut jelas sudah terdapat fungsi audit dimana pemeriksaan dilakukan 100%. Tujuan audit pada masa ini adalah untuk membuat dasar pertanggungjawaban dan pencarian kemungkinan terjadinya penyelewengan. Pemakai jasa audit pada masa ini adalah hanya pemilik dana.
2. Masa Revolusi Industri Tahun 1900
Sebagaimana pada periode sebelumnya pendekatan audit masih bersifat 100% dan fungsinya untuk menemukan kesalahan dan penyelewengan yang terjadi. Namun karena munculnya perkembangan ekonomi setelah revolusi industri yang banyak melibatkan modal, faktor produksi, serta organisasi maka kegiatan produksi menjadi bersifat massal.
Sistem akuntansi dan pembukuan pada masa ini semakin rapi. Pemisahan antara hak dan tanggung jawab manajer dengan pemilik semakin kentara dan pemilik umumnya tidak banyak terlibat lagi dalam kegiatan bisnis sehari-hari dan muncullah kepentingan terhadap pemeriksaan yang mulai mengenal pengujian untuk mendeteksi kemungkinan penyelewengan.
Umumnya pihak yang ditunjuk adalah pihak yang bebas dari pengaruh kedua belah pihak yaitu pihak ketiga atau sekarang dikenal dengan sebutan auditor eksternal. Kepentingan akan pemeriksaan pada masa ini adalah pemilik dan kreditur. Secara resmi di Inggris telah dikeluarkan undang-undang Perusahaan tahun 1882, dalam peraturan ini diperlukan adanya pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksan independen untuk perusahaan yang menjual saham. Inilah asal mula profesi akuntan secara resmi (formal).
3. Tahun 1900 – 1930
Sejak tahun 1900 mulai muncul perusahaan-perusahaan besar baru dan pihak-pihak lain yang mempunyai kaitan kepentingan terhadap perusahaan tersebut. Keadaan ini menimbulkan perubahan dalam pelaksanaan tujuan audit. Pelaksanaan audit mulai menggunakan pemeriksaan secara testing/ pengujian karena semakin baiknya sistem akuntansi/ administrasi pembukuan perusahaan, dan tujuan audit bukan hanya untuk menemukan penyelewengan terhadap kebenaran laporan Neraca dan laporan Laba Rugi tetapi juga untuk menentukan kewajaran laporan keuangan. Pada masa ini yang membutuhkan jasa pemeriksaan bukan hanya pemilik dan kreditor, tetapi juga pemerintah dalam menentukan besarnya pajak.
4. Tahun 1930 – Sekarang
Sejak tahun 1930 perkembangan bisnis terus merajalela, demikian juga perkembangan sistem akuntansi yang menerapkan sistem pengawasan intern yang baik. Pelaksanaan auditpun menjadi berubah dari pengujian dengan persentase yang masih tinggi menjadi persentase yang lebih kecil (sistem statistik sampling). Tujuan auditpun bukan lagi menyatakan kebenaran tetapi menyatakan pendapat atas kewajaran laporan keuangan yang terdiri dari Neraca dan Laba Rugi serta Laporan Perubahan Dana. Yang membutuhkan laporan akuntanpun menjadi bertambah yaitu: pemilik, kreditor, pemerintah, serikat buruh, konsumen, dan kelompok-kelompok lainnya seperti peneliti, akademisi dan lain-lain.
Peran besar akuntan dalam dunia usaha sangat membantu pihak yang membutuhkan laporan keuangan perusahaan dalam menilai keadaan perusahaan tersebut. Hal ini menyebabkan pemerintah AS mengeluarkan hukum tentang perusahaan Amerika yang menyatakan bahwa setiap perusahaan terbuka Amerika harus diperiksa pembukuannya oleh auditor independen dari Certified Public Accounting Firm (kantor akuntan bersertifikat).
Namun pada tahun 2001 dunia akuntan dikejutkan dengan berita terungkapnya kondisi keuangan Enron Co. yang dilaporkannya yang terutama didukung oleh penipuan akuntansi yang sistematis, terlembaga, dan direncanakan secara kreatif. Para analis pasar mengira bahwa sukses kinerja keuangan Enron di masa lalu hanyalah hasil rekayasa keuangan Andersen sebagai auditornya. Kepercayaan terhadap akuntan mulai merosot tajam pada awal tahun 2002, hal ini membuat dampak yang sangat besar terhadap kantor akuntan lain. Untuk mencegah hal yang lebih parah, pemerintah AS pada saat itu segera mengevaluasi hampir semua kantor akuntan termasuk “the big four auditors”. Walaupun masih mendapat cacian dari berbagai kalangan, para akuntan berusaha untuk memulihkan nama mereka, salah satu caranya adalah dengan mematuhi kode etik akuntan.
C. Perkembangan
Profesi Akuntan di Indonesia
Perkembangan
profesi akuntan di Indonesia menurut Olson dapat dibagi dalam 2 periode yaitu:
1. Periode Kolonial
Selama
masa penjajahan kolonial Belanda yang menjadi anggota profesi akuntan adalah
akuntan-akuntan Belanda dan beberapa akuntan Indonesia. Pada waktu itu
pendidikan yang ada bagi rakyat pribumi adalah pendidikan tata buku diberikan
secara formal pada sekolah menengah atas sedangkan secara non formal pendidikan
akuntansi diberikan pada kursus tata buku untuk memperoleh ijazah.
2. Periode
Sesudah Kemerdekaan
Pembahasan
mengenai perkembangan akuntan sesudah kemerdekaan di bagi ke dalam enam periode
yaitu:
a. Periode I
[sebelum tahun 1954]
Pada periode I telah ada jasa pekerjaan akuntan yang bermanfaat
bagi masyarakat bisnis. Hal ini disebabkan oleh hubungan ekonomi yang makin
sulit, meruncingnya persaingan, dan naiknya pajak-pajak para pengusaha sehingga
makin sangat dirasakan kebutuhan akan penerangan serta nasehat para ahli untuk
mencapai perbaikan dalam sistem administrasi perusahaan. Sudah tentu mereka
hendak menggunakan jasa orang-orang yang ahli dalam bidang akuntansi. Kebutuhan
akan bantuan akuntan yang makin besar itu menjadi alasan bagi khalayak umum
yang tidak berpengetahuan dan berpengalaman dalam lapangan akuntansi untuk
bekerja sebagai akuntan.
Padahal, pengetahuan yang dimiliki akuntan harus sederajat dengan
syarat yang ditetapkan oleh pemerintah dan juga mereka harus mengikuti
pelajaran pada perguruan tinggi negeri dengan hasil baik. Oleh karena itu,
pemerintah menetapkan peraturan dengan undang-undang untuk melindungi ijazah
akuntan agar pengusaha dan badan yang lain tidak tertipu oleh pemakaian gelar
“akuntan” yang tidak sah.
b. Periode II
[tahun 1954 – 1973]
Setelah adanya Undang-Undang No. 34 tahun 1954 tentang pemakaian
gelar akuntan, ternyata perkembangan profesi akuntan dan auditor di Indonesia
berjalan lamban karena perekonomian Indonesia pada saat itu kurang
menguntungkan namun perkembangan ekonomi mulai pesat pada saat dilakukan
nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda. Mengingat terbatasnya tenaga
akuntan dan ajun akuntan yang menjadi auditor pada waktu itu, Direktorat
Akuntan Negara meminta bantuan kantor akuntan publik untuk melakukan audit atas
nama Direktorat Akuntan Negara.
Perluasan pasar profesi akuntan publik semakin bertambah yaitu
pada saat pemerintah mengeluarkan Undang-undang Penanaman Modal Asing (PMA) dan
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMND) tahun 1967/1968. Meskipun pada waktu itu
para pemodal “membawa” akuntan publik sendiri dari luar negeri kebutuhan
terhadap jasa akuntan publik dalam negeri tetap ada.
Profesi akuntan publik mengalami perkembangan yang berarti sejak
awal tahun 70-an dengan adanya perluasan kredit-kredit perbankan kepada
perusahaan. Bank-bank ini mewajibkan nasabah yang akan menerima kredit dalam
jumlah tertentu untuk menyerahkan secara periodik laporan keuangan yang telah
diperiksa akuntan publik. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan swasta di
Indonesia baru memerlukan jasa akuntan publik jika kreditur mewajibkan mereka
menyerahkan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik.
c. Periode III
[tahun 1973 – 1979]
M.
Sutojo pada Konvensi Nasional Akuntansi I di Surabaya Desember 1989
menyampaikan hasil penelitiannya mengenai: Pengembangan Pengawasan Profesi
Akuntan Publik di Indonesia, bahwa profesi akuntan publik ditandai dengan satu
kemajuan besar yang dicapai Ikatan Akuntan Indonesia dengan diterbitkannya buku
Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) dan Norma Pemeriksaan Akuntan (NPA) dalam
kongres Ikatan Akuntan Indonesia di Jakarta tanggal 30 November – 2 Desember
1973. Dengan adanya prinsip dan norma ini, profesi akuntan publik telah maju
selangkah lagi karena memiliki standar kerja dalam menganalisa laporan keuangan
badan-badan usaha di Indonesia. Dalam kongres tersebut disahkan pula Kode Etik
Akuntan Indonesia sehingga lengkaplah profesi akuntan publik memiliki
perangkatnya sebagai suatu profesi. Dengan kelengkapan perangkat ini,
pemerintah berharap profesi akuntan publik akan menjadi lembaga penunjang yang
handal dan dapat dipercaya bagi pasar modal dan pasar uang di Indonesia.
Pada
akhir tahun 1976 Presiden Republik Indonesia dalam surat keputusannya nomor
52/1976, menetapkan pasar modal yang pertama kali sejak memasuki masa Orde
Baru. Dengan adanya pasar modal di Indonesia, kebutuhan akan profesi akuntan
publik meningkat pesat. Keputusan ini jika dilihat dari segi ekonomi memang
ditujukan untuk pengumpulan modal dari masyarakat, tetapi tindakan ini juga
menunjukkan perhatian pemerintah yang begitu besar terhadap profesi akuntan
publik.
Menurut
Katjep dalam “The Perception of Accountant and Accounting Profession in
Indonesia” yang dipertahankan tahun 1982 di Texas, A&M University
menyatakan bahwa profesi akuntan publik dibutuhkan untuk mengaudit dan
memberikan pendapat tanpa catatan (unqualified opinion) pada laporan keuangan
yang go public atau memperdagangkan sahamnya di pasar modal.
Untuk
lebih mengefektifkan pengawasan terhadap akuntan publik, pada tanggal 1 Mei
1978 dibentuk Seksi Akuntan Publik (IAI-SAP) yang bernaung di bawah IAI. Sampai
sekarang seksi yang ada di IAI, selain seksi akuntan publik, adalah seksi
akuntan manajemen dan seksi akuntan pendidik.
Sophar
Lumban Toruan pada tahun 1989 mengatakan bahwa pertambahan jumlah akuntan yang
berpraktek terus meningkat sehingga Direktorat Jenderal Pajak Departemen
Keuangan dengan IAI membuat pernyataan bersama yang mengatur hal-hal berikut:
· Kesepakatan untuk pemakaian PAI dan NPA sebagai suatu landasan
objektif yang diterima oleh semua pihak.
· Kepada wajib pajak badan dianjurkan agar laporan keuangan
diperiksa terlebih dahulu oleh akuntan publik sebelum diserahkan kepada Kantor
Inspeksi Pajak (sekaran Kantor Pelayanan Pajak). Laporan tersebut akan
dipergunakan sebagai dasar penetapan pajak.
· Kalau terjadi penyimpangan etika profesi (professional conduct)
oleh seorang akuntan publik, akan dilaporkan oleh Direktur Jenderal Pajak
kepada IAI untuk diselidiki yang berguna dalam memutuskan pengenaan sanksi.
Kesepakatan
ini kemudian dikuatkan oleh Instruksi Presiden No. 6 tahun 1979 dan Keputusan
Menteri Keuangan No. 108/1979 tanggal 27 Maret 1979 yang menggariskan bahwa
laporan keuangan harus didasarkan pada pemeriksaan akuntan publik dan mengikuti
PAI. Maksud instruksi dan surat keputusan tersebut adalah untuk merangsang
wajib pajak menggunakan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan
publik, dengan memberikan keringanan pembayaran pajak perseroan dan memperoleh
pelayanan yang lebih baik di bidang perpajakan. Keputusan ini dikenal dengan
nama 27 Maret 1979. Ini merupakan keputusan yang penting dalam sejarah
perkembangan profesi akuntan publik dan sekaligus sebagai batu ujian bagi
akuntan publik dan masyarakat pemakainya.
d. Periode IV
[tahun 1979 – 1983]
Periode
ini merupakan periode suram bagi profesi akuntan publik dalam pelaksanaan paket
27 Maret. Tiga tahun setelah kemudahan diberikan pemerintah masih ada akuntan
publik tidak memanfaatkan maksud baik pemerintah tersebut. Beberapa akuntan
publik melakukan malpraktik yang sangat merugikan penerimaan pajak yaitu dengan
cara bekerjasama dengan pihak manajemen perusahaan melakukan penggelapan pajak.
Ada pula akuntan publik yang tidak memeriksa kembali laporan keuangan yang
diserahkan oleh perusahaan atau opini akuntan tidak disertakan dalam laporan
keuangan yang diserahkan ke kantor inspeksi pajak.
e. Periode V
[tahun 1983 – 1989]
Periode ini dapat dilihat sebagai periode yang berisi upaya
konsolidasi profesi akuntan termasuk akuntan publik. PAI 1973 disempurnakan
dalam tahun 1985, disusul dengan penyempurnaan NPA pada tahun 1985, dan
penyempurnaan kode etik dalam kongres ke V tahun 1986.
Setelah melewati masa-masa suram, pemerintah perlu memberikan
perlindungan terhadap masyarakat pemakai jasa akuntan publik dan untuk
mendukung pertumbuhan profesi tersebut. Pada tahun 1986 pemerintah mengeluarkan
Keputusan Menteri Keuangan No. 763/KMK.001/1986 tentang Akuntan Publik.
Keputusan ini mengatur bidang pekerjaan akuntan publik, prosedur dan
persyaratan untuk memperoleh izin praktik akuntan publik dan pendirian kantor
akuntan publik beserta sanksi-sanksi yang dapat dijatuhkan kepada kauntan
publik yang melanggar persyaratan praktik akuntan publik.
Dengan keputusan Menteri Keuangan tersebut dibuktikan pula sekali
lagi komitmen pemerintah yang konsisten kepada pengembangan profesi akuntan
publik yaitu dengan mendengar pendapat Ikatan profesi pada kongres ke VI IAI
antara lain mengenai: pengalaman kerja yang perlu dimiliki sebelum praktik;
keharusan akuntan publik fultimer (kecuali mengajar); izin berlaku tanpa batas
waktu; kewajiban pelaporan berkala (tahunan) mengenai kegiatan praktik kepada
pemberi izin; pembukaan cabang harus memenuhi syarat tertentu; izin diberikan
kepada individu bukan kepada kantor; pencabutan izin perlu mendengar pendapat
dewan kehormatan IAI; pemohon harus anggota IAI; pengawasan yang lebih ketat
kepada akuntan asing.
Pada tahun 1988 diterbitkan petunjuk pelaksaan keputusan Menteri
Keuangan melalui Keputusan Direktur Jenderal Moneter No. Kep.2894/M/1988
tanggal 21 Maret 1988. Suatu hal yang mendasar dari keputusan tersebut adalah
pembinaan para akuntan publik yang bertujuan:
1) Membantu
perkembangan profesi akuntan publik di Indonesia
2) Memberikan
masukan kepada IAI atau seksi akuntan publik mengenai liputan yang dikehendaki
Departemen Keuangan dalam program pendidikan
3) Melaksanakan
penataran bersama IAI atau IAI-seksi akuntan publik mengenai hal-hal yang
dianggap perlu diketahui publik (KAP), termasuk mengenai manajemen KAP.
4)Mengusahakan
agar staf KAP asing yang diperbantukan di Indonesia untuk memberi penataran
bagi KAP lainnya melalui IAI atau IAI-Seksi Akuntan Publik dan membantu
pelaksanaannya
5)Memantau
laporan berkala kegiatan tahunan KAP.
Sebelum diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Moneter tersebut,
pada tahun 1987 profesi akuntan publik telah mendapatkan tempat terhormat dan
strategis dari pemerintah yaitu dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri
Keuangan Republik Indonesia No. 859/KMK.01/1987 tentang Emisi Efek melalui
Bursa yang telah menentukan bahwa:
1)Untuk
melakukan emisi efek, emiten harus memenuhi persyaratan, antara lain: mempunyai
laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan public / akuntan negara
untuk dua tahun buku terakhir secara berturut-turut dengan pernyataan pendapat
“wajar tanpa syarat” untuk tahun terakhir.
2)Laporan
keuangan emiten untuk dua tahun terakhir tersebut harus disusun sesuai dengan
PABU di Indonesia disertai dengan laporan akuntan publik/ akuntan negara.
3)Jangka waktu
antara laporan keuangan dan tanggal pemberian izin emisi efek tidak boleh
melebihi 180 hari. (M. Sutojo, 1989: 10)
f. Periode VI [tahun 1990 – sekarang]
Dalam periode ini profesi akuntan publik terus berkembang seiring
dengan berkembangnya dunia usaha dan pasar modal di Indonesia. Walaupun
demikian, masih banyak kritikan-kritikan yang dilontarkan oleh para usahawan
dan akademisi.
Namun, keberadaan profesi akuntan tetap diakui oleh pemerintah
sebagai sebuah profesi kepercayaan masyarakat. Di samping adanya dukungan dari
pemerintah, perkembangan profesi akuntan publik juga sangat ditentukan
ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan kesadaran masyarakat akan manfaat jasa
akuntan publik. Beberapa faktor yang dinilai banyak mendorong berkembangnya
profesi adalah:
a.Tumbuhnya
pasar modal
b.Pesatnya
pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non-bank.
c.Adanya
kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan peran akuntan publik
dalam pelaksanaan peraturan perpajakan di Indonesia
d.Berkembangnya
penanaman modal asing dan globalisasi kegiatan perekonomian.
Pada awal 1992 profesi akuntan publik kembali diberi kepercayaan
oleh pemerintah (Dirjen Pajak) untuk melakukan verifikasi pembayaran PPN dan
PPn BM yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak. Sejalan dengan perkembangan
dunia usaha tersebut, Olson pada tahun 1979 di dalam Journal Accountanty
mengemukakan empat perkembangan yang harus diperhatikan oleh profesi akuntan
yaitu:
· Makin banyaknya jenis dan jumlah informasi yang tersedia bagi
masyarakat
· Makin baiknya transportasi dan komunikasi
· Makin disadarinya kebutuhan akan kualitas hidup yang lebih baik
· Tumbuhnya perusahaan-perusahaan multinasional sebagai akibat dari
fenomena pertama dan kedua.
Konsekuensi perkembangan tersebut akan mempunyai dampak terhadap
perkembangan akuntansi dan menimbulkan:
· Kebutuhan akan upaya memperluas peranan akuntan, ruang lingkup
pekerjaan akuntan publik semakin luas sehingga tidak hanya meliputi pemeriksaan
akuntan dan penyusunan laporan keuangan.
· Kebutuhan akan tenaga spesialisasi dalam profesi, makin besarnya
tanggung jawab dan ruang lingkup kegiatan klien, mengharuskan akuntan publik
untuk selalu menambah pengetahuan.
· Kebutuhan akan standar teknis yang makin tinggi dan rumit, dengan
berkembangnya teknologi informasi, laporan keuangan akan menjadi makin beragam
dan rumit.
· Pendapat yang dikemukakan Olson tersebut di atas cukup sesuai dan
relevan dengan fungsi akuntan yang pada dasarnya berhubungan dengan sistem
informasi akuntansi. Dari pemaparan yang telah dikemukakan, profesi akuntan
diharapkan dapat mengantisipasi keadaan untuk pengembangan profesi akuntan di
masa yang akan datang.
III. DAFTAR PUSTAKA
- Harahap, Sofyan Safri. 1991. Auditing Kontemporer. Jakarta: Erlangga.
- Hartadi, Bambang. 1987. Auditing ”Suatu Pedoman Pemeriksaan Akuntansi Tahap Pendahuluan”. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
- http://books.google.co.id/
- http://dhycana.wordpress.com/2008/11/14/perkembangan-akuntansi-publik/
- http://id.wikipedia.org/wiki/IAI
- http://id.wikipedia.org/wiki/IAPI
- http://warnadunia.com/
- http://www.e-dukasi.net/
- http://www.sinarharapan.co.id/berita/0202/19/opi01.html
- https://info.perbanasinstitute.ac.id/makalah/K-PEAK04.pdf
- Syahreza Marasutan Pohan. 2012.
Sejarah Perkembangan Etika Profesi Akuntansi dalam http://syahrezamarasutanpohan.wordpress.com/2012/10/02/sejarah-perkembangan-etika-profesi-akuntansi/
0 komentar:
Posting Komentar